Saya tersenyum miris sambil menggeleng2kan kepala saat membaca Kompas edisi hari Minggu kemarin. Gambar seorang anggota legislatif yg sedang tidur saat rapat (di antara deretan kursi2 kosong) terpampang jelas di halaman 1! Sepertinya ini bukan hal baru bagi masyarakat kita. Anggota DPR yg tertidur ataupun mangkirnya mereka dari kewajiban mengikuti rapat / sidang komisi bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia.
Di tengah giatnya berbagai kampanye caleg untuk pemilu 9 April nanti, gambaran seperti yang ada di Kompas tersebut bukanlah hal yang baik bagi citra lembaga legislatif di mata masyarakat. Di saat masyarakat kita butuh bukti (bukan janji & omong kosong belaka), gambaran seperti itu justru membuat mereka berpikir, "Akan kah caleg yg saya pilih nanti menjadi eperti orang yang ada dalam gambar itu?" Di tengan masih banyaknya masyarakat Indonesia yg buta politik, saya yakin, ada di antara mereka yg akan tetap mempertanyakan pertanyaan seperti itu ataupun pertanyaan2 lain sejenisnya.
Melihat berbagai poster yg terpampang di berbagai tempat pun membuat saya berpikir. Akan kah mereka membawa perubahan signifikan bagi bangsa ini? Coba lihat saja Jakarta. Poster2 caleg yg ada justru (menurut saya) membuat kota ini semakin kotor. Poster2 itu pun dipampang di sembarang tempat. Mulai dari tiang2 listrik di pinggir jalan hingga di atas gedung2 tinggi ataupun pinggir2 jalan protokol.
Saya kesal melihat poster2 berjejer di mana2. Bikin kotor Jakarta! Bisa kah mereka membuat kota ini lebih bersih dengan melakukan kampanye yg lebih teratur? Ini hal kecil yg mungkin luput dari pandangan banyak orang. Tapi coba pikirkan baik2... jika untuk hal2 kecil semacam ini saja mereka tidak peduli; apa iya mereka akan peduli terhadap hal2 besar lainnya seperti memberantas KKN, meningkatkan kualitas pendidikan, memperbaiki ekonomi, dll?
Tidak hanya masalah penempatan poster yg membuat saya kesal. Yg tak kalah mengelikan, tak jarang berbagai poster itu justru menunjukkan 'kurang berpendidikan-nya' si caleg. Ada yg dengan tenangnya menuliskan nama anaknya (yg kebetulan seorang artis terkenal)... ada pula yg menuliskan nama orang tuanya. Memangnya itu ngaruh ya? Apa hanya karena dia anak dari si A atau orang tua dari si B, maka dia akan dengan mudah menarik simpati masyarakat? Apakah caleg2 seperti itu yg akan kita pilih mewakili suara kita untuk lima tahun ke depan?
Melihat kampanye para caleg saat ini, membuat saya berpikir... Akan seperti apa lembaga legislatif kita (yg nota bene seharusnya berisikan orang2 berpendidikan & dengan ikhlas berjuang untuk rakyat) jika diisi oleh orang2 yang seperti saya uraikan di atas?
|